Pengalaman Amputasi Satu Ruas Jari Tengah Tangan Kiri
Halo para pembaca ..!!
Udah lama tidak menerbitkan artikel baru ya hehe ..
Sebelumnya saya sebagai admin ingin meminta maaf kepada kalian para pembaca setia situs jaringan ini karena situs jaringan ini sudah lama tidak terurus karena sebuah kecelakaan kerja yang telah menimpa satu ruas salah satu jari saya.
Sesuai dengan judul artikel ini, saya ingin berbagi pengalaman saya yang sangat menyeramkan, yaitu pengalaman amputasi satu ruas jari tengah tangan kiri.
Sebelum memulai cerita, saya ingin memperkenalkan sedikit tentang saya.
Saya adalah murid kelas 10 di sekolah negeri yang terkenal dengan kesibukannya dalam tugas ataupun acara-acara khusus dengan biaya yang mahal. Saya hidup di tengah keluarga yang serba berkecukupan, sehingga untuk memenuhi keinginan yang tinggi, saya harus bekerja cukup keras untuk memenuhinya. Saya sangat benci dengan ayah saya karena sifatnya yang buruk dan tidak berubah. Sebelum terkena amputasi, fisik saya normal seperti teman-teman sebaya saya. Tetapi sekarang, saya sudah cacat fisik.
Saya bekerja membantu orang tua saya yang bertugas mengupas kabel dari kulitnya dengan sebuah mesin 'sadis'. Mengapa saya bilang sadis? Karena mesin itulah yang telah mengambil satu ruas jari tengah tangan kiri saya yang sangat berharga dan membuat saya cacat secara fisik. Saya hanya bertugas menyusun kabel-kabel yang berisikan tembaga untuk dikupas dengan mesin tersebut dan diambil tembaganya untuk diolah. Saat itu saya bekerja dari sekitar jam 10:44-11:20. Saat jam menunjukkan pukul 11:20, ayah saya datang ke tempat saya. Saya pun pergi ke rumah untuk mandi. Seusai mandi sekitar pukul 11:50, saya membuka laptop. Baru beberapa detik saja saya membuka laptop, ayah saya langsung memaksa saya untuk bekerja lagi (ini sifat orang tua yang paling menjengkelkan bagi saya dan dia sangat sering memaksa kerja ketika saya menggunakan laptop). Mau tidak mau, saya harus bekerja kembali menyusun kabel (memang pekerjaan mudah, tetapi kalau dipaksa, siapa sih yang mau?). Lokasi kerjanya tepat di halaman depan rumah orang tua saya.
Jam 12:00, jam istirahat saya bersama para pegawai lainnya. Baru kerja 10 menit udah istirahat, nanggung banget kan nyuruh kerjanya?
Di saat jam istirahat, ayah saya pergi untuk memeriksa borongan kabel di suatu tempat menggunakan sebuah mobil pick-up kurang lebih sampai jam 16:00. Di saat inilah saya mencari kunci motor saya dan berniat untuk pergi sebentar untuk menjual smartphone saya yang telah rusak, tetapi tidak ketemu. Di sinilah saya mempunyai pikiran negatif tentang ayah saya bahwa ayah saya telah sengaja menyembunyikan kunci motor saya agar saya tidak dapat pergi ke mana-mana dan tetap bekerja.
Karena tidak menemukan kunci motor, jadi saya tetap bekerja sambil emosional dengan ayah saya. Ditambah lagi saya pusing memikirkan tugas sekolah saya yang sangat menumpuk.
Setelah cukup lama bekerja, akhirnya saya beristirahat sejenak dengan duduk sambil sedikit berbincang-bincang kepada pegawai lain di dekat mesin. Di sebelah mesin tersebut, terdapat sepasang pegas beserta gear yang digerakkan oleh sebuah dinamo.
Setelah selesai beristirahat, saya niatnya ingin mengambil minum karena haus. Tetapi untuk berdiri, saya meluruskan tangan kiri saya ke depan tepat di samping mesin.
Kalian tahu lah bagaimana kelanjutannya wkwk..
Sampai artikel ini dibuat, saya tidak mengerti mengapa saya meluruskan tangan kiri saya waktu kejadian itu.
Mungkin karena emosi dan kepusingan saya bercampur jadi saya tidak bisa untuk berhati-hati ..
Karena jari terpanjang tangan kiri saya adalah jari tengah, maka dialah yang harus menjadi korban utama dalam kecelakaan kerja ini.
Satu ruas hancur, darahnya bermuncratan, kondisinya sangat mengerikan, penuh dengan lubang-lubang.
Entah kenapa saat itu sakitnya tidak begitu sangat, menurut saya sih mungkin karena sarafnya sudah hancur bersama ujung tulang jari tengah tangan kiri saya..
Tetapi karena saya begitu panik melihat jari saya yang kondisinya waktu itu amat begitu parah, saya selalu berteriak kesakitan. Bukan sakit karena hancur, melainkan karena sedih melihat nasib saya yang masih sangat muda untuk kehilangan seruas jari.
Saya tidak langsung dilarikan ke rumah sakit, melainkan ke mobil. Gila kan, seruas jari sudah hancur disuruh lari wkwk..
Sebelum ke rumah sakit, saya diantar ke klinik terdekat terlebih dahulu karena ibu dan abang saya masih berharap untuk tidak diamputasi, ayah saya boro-boro. Tetapi kata kliniknya amputasi aja di rumah sakit. Jleb banget dengernya harus kehilangan seruas jari yang sangat berharga.
Sesampainya di rumah sakit swasta (kalau negeri akan ribet mengurus bpjs segala macam ga jelas), saya tidak langsung diamputasi, melainkan dirontgen untuk melihat kondisi tulang saya. Untuk menunggu persiapan rontgen, saya disuruh menunggu di ruang tunggu (engga ngerti lagi, pasien disuruh duduk nunggu). Alhasil setelah rontgen, hanya sedikit bagian ujung tulang jari tengah tangan kiri saya yang hancur. Inilah yang membuat ibu saya berkata, "Nanggung banget hancurnya aduh..". Di bagian ujung tulang jari terdapat saraf. Mungkin karena sarafnya sudah hancur makanya harus diamputasi.
Tidak ada pilihan lagi, amputasi segera dilakukan. Ibu saya membayar uang tunai sebesar Rp1.800.000,00.
Saya diamputasi dengan tenang sembari memikirkan masa depan saya kelak tanpa seruas jari tengah tangan kiri. Saya diamputasi secara sadar.
Pada saat amputasi, tidak ada rasa sakit yang terasa sedikit pun. Hanya suntikan bius saja yang sakit.
Walaupun rasa sakitnya tidak terasa, tapi saya masih merasakan rasanya jari saya digunting, dipotong, diambil tulangnya, ditusuk dengan jarum, dan lain sebagainya (saya sangat ngeri kalau membayangkan hal ini) tetapi saya tidak merasakan sakitnya sama sekali. Maklumlah, baru pertama kali dibius hehe.. Ibu saya tidak berani melihat proses amputasinya dan abang saya pun tidak kuat dan tidak tega melihatnya. Memang sangat seram amputasi ini. Setengah liter darah bersih saya terkuras. Di sini saya berpikir kalau saya akan anemia wkwkk..
Setelah selesai proses amputasi, dokter mempersilakan saya untuk memeriksa hasilnya.
Jari tengah tangan kiri saya terlihat sangat jelek dengan 13 jahitan (8 luar 5 dalam) yang menempel di ujungnya tanpa kuku. Saya merasa kuku saya telah tergantikan oleh benang-benang yang mengikat. Sangat berbeda rasanya dengan kuku yang asli. Dokter pun menutupi ujung jari tengah tangan kiri saya dengan perban agar tidak infeksi.
Dokter membuat surat izin saya sakit selama 3 hari dan menyuruh saya kontrol di hari ke-3, tetapi di hari ke-3 saya bersikeras untuk tetap masuk karena ada mata pelajaran guru killer saat itu. Dan saya pun sekolah dengan rasa nyeri yang bukan main.
Sepulang sekolah, saya di antar kembali ke rumah sakit. Kontrol pertama ini hanya mengganti perban saja, tetapi saya tetap kaget melihat penampakan jari saya yang amat jelek. Dokter menyuruh kontrol kembali pada hari Selasa depan.
Ada yang aneh dengan perban kali ini, saya merasa perbannya dipasang terlalu kencang oleh dokternya. Tetapi saya biarkan saja, saya kira akan longgar nantinya.
Keesokkan harinya, saya masih merasa perbannya terlalu kencang. Saya merasa aliran darah saya tersumbat. Saya pun memutuskan untuk kembali ke rumah sakit pada malam hari untuk protes.
Perban dibuka dengan mudah oleh dokter. Dokternya pun mengatakan bahwa perbannya tidak kekencangan. Katanya, perban harus sedikit kencang agar lukanya cepat sembuh. Dia pun mengira saya hanya tidak dapat menahan rasa nyeri akibat jahitannya. Akhirnya saya pun diberi resep obat yang lebih keras agar saya tidak merasakan nyeri. Dokter pun mengingatkan kembali untuk kontrol pada hari Selasa.
Hari Selasa pun tiba lagi. Saya kembali ke rumah sakit itu pada malam hari untuk kontrol kedua. Mengapa malam hari? Karena pagi-sore saya sekolah. Kebayangkan, bagaimana mirisnya saya bersekolah dengan rasa nyeri dari pagi sampai sore.
Kontrol kali ini sudah membuka jahitan. Awalnya saya kira dibius, ternyata tidak. Rasa sakitnya pun bukan main. Bagaimana sih rasanya benang bergesekan dengan daging bagian dalam? Nyeri-nyeri sakit gitu. Karena luka belum begitu kering, dokter hanya membuka 3 jahitan luar saja. Baru 3 jahitan luar aja udah sakit bener, bagaimana nanti 5 jahitan dalam (awalnya saya kira jahitan dalam juga harus dibuka, ternyata tidak). Dokter pun menyuruh saya untuk kembali kontrol pada hari Selasa depan. 3 jahitan pun dibuka pada waktu itu tersisa 2 jahitan luar dan dokter kembali menyuruh kontrol hari Sabtu.
Kontrol kali ini berbeda dengan kontrol sebelumnya. Sebelumnya dokter mengatakan sisa 2 jahitan luar, ternyata nambah, nambah 2 jahitan lagi! Jadi 4 jahitan dibuka pada waktu itu. Pencabutan jahitan kali ini sangat berbeda dari sebelumnya. Ini lebih sakit. Darah dan nanah bercampur aduk menjadi satu hingga membentuk sebuah korengan yang cukup tebal. Semua jahitan luar pun terlepas tetapi saya belum merasa lega karena jahitan dalam yang belum hancur masih membatasi daging saya. Dengan adanya koreng tersebut, daging saya tertutupi dan membuat kulit baru di ujung jari tengah tangan kiri saya.
Setelah koreng terlepas, kulit baru pun muncul. Dan kini rasa sakit yang saya tahan selama 1 bulan lebih telah mereda. Akhirnya saya pun bersyukur atas kesembuhan saya walaupun harus kehilangan sebagian jari tengah tangan kiri saya. :"D
Catatan:
Sejak awal masuk SMA saya sudah mulai belajar gitar dengan niat dan ambisius yang sangat besar. Tetapi mengapa di saat memasuki kelas 2 SMA Tuhan mengambil sebagian jari saya? Saya pun mengalami tekanan batin atas hal ini karena saya kecewa telah belajar dengan sungguh-sungguh tetapi hasilnya sia-sia. Ditambah lagi, setiap hari saya menggunakan 10 jari tangan saya untuk mengetik dengan laptop. Tetapi sekarang sudah tidak bisa lagi :"(
Pesan moral:
Udah lama tidak menerbitkan artikel baru ya hehe ..
Sebelumnya saya sebagai admin ingin meminta maaf kepada kalian para pembaca setia situs jaringan ini karena situs jaringan ini sudah lama tidak terurus karena sebuah kecelakaan kerja yang telah menimpa satu ruas salah satu jari saya.
Sesuai dengan judul artikel ini, saya ingin berbagi pengalaman saya yang sangat menyeramkan, yaitu pengalaman amputasi satu ruas jari tengah tangan kiri.
Sebelum memulai cerita, saya ingin memperkenalkan sedikit tentang saya.
Saya adalah murid kelas 10 di sekolah negeri yang terkenal dengan kesibukannya dalam tugas ataupun acara-acara khusus dengan biaya yang mahal. Saya hidup di tengah keluarga yang serba berkecukupan, sehingga untuk memenuhi keinginan yang tinggi, saya harus bekerja cukup keras untuk memenuhinya. Saya sangat benci dengan ayah saya karena sifatnya yang buruk dan tidak berubah. Sebelum terkena amputasi, fisik saya normal seperti teman-teman sebaya saya. Tetapi sekarang, saya sudah cacat fisik.
Saya bekerja membantu orang tua saya yang bertugas mengupas kabel dari kulitnya dengan sebuah mesin 'sadis'. Mengapa saya bilang sadis? Karena mesin itulah yang telah mengambil satu ruas jari tengah tangan kiri saya yang sangat berharga dan membuat saya cacat secara fisik. Saya hanya bertugas menyusun kabel-kabel yang berisikan tembaga untuk dikupas dengan mesin tersebut dan diambil tembaganya untuk diolah. Saat itu saya bekerja dari sekitar jam 10:44-11:20. Saat jam menunjukkan pukul 11:20, ayah saya datang ke tempat saya. Saya pun pergi ke rumah untuk mandi. Seusai mandi sekitar pukul 11:50, saya membuka laptop. Baru beberapa detik saja saya membuka laptop, ayah saya langsung memaksa saya untuk bekerja lagi (ini sifat orang tua yang paling menjengkelkan bagi saya dan dia sangat sering memaksa kerja ketika saya menggunakan laptop). Mau tidak mau, saya harus bekerja kembali menyusun kabel (memang pekerjaan mudah, tetapi kalau dipaksa, siapa sih yang mau?). Lokasi kerjanya tepat di halaman depan rumah orang tua saya.
Jam 12:00, jam istirahat saya bersama para pegawai lainnya. Baru kerja 10 menit udah istirahat, nanggung banget kan nyuruh kerjanya?
Di saat jam istirahat, ayah saya pergi untuk memeriksa borongan kabel di suatu tempat menggunakan sebuah mobil pick-up kurang lebih sampai jam 16:00. Di saat inilah saya mencari kunci motor saya dan berniat untuk pergi sebentar untuk menjual smartphone saya yang telah rusak, tetapi tidak ketemu. Di sinilah saya mempunyai pikiran negatif tentang ayah saya bahwa ayah saya telah sengaja menyembunyikan kunci motor saya agar saya tidak dapat pergi ke mana-mana dan tetap bekerja.
Karena tidak menemukan kunci motor, jadi saya tetap bekerja sambil emosional dengan ayah saya. Ditambah lagi saya pusing memikirkan tugas sekolah saya yang sangat menumpuk.
Setelah cukup lama bekerja, akhirnya saya beristirahat sejenak dengan duduk sambil sedikit berbincang-bincang kepada pegawai lain di dekat mesin. Di sebelah mesin tersebut, terdapat sepasang pegas beserta gear yang digerakkan oleh sebuah dinamo.
Setelah selesai beristirahat, saya niatnya ingin mengambil minum karena haus. Tetapi untuk berdiri, saya meluruskan tangan kiri saya ke depan tepat di samping mesin.
Kalian tahu lah bagaimana kelanjutannya wkwk..
Sampai artikel ini dibuat, saya tidak mengerti mengapa saya meluruskan tangan kiri saya waktu kejadian itu.
Mungkin karena emosi dan kepusingan saya bercampur jadi saya tidak bisa untuk berhati-hati ..
Karena jari terpanjang tangan kiri saya adalah jari tengah, maka dialah yang harus menjadi korban utama dalam kecelakaan kerja ini.
Satu ruas hancur, darahnya bermuncratan, kondisinya sangat mengerikan, penuh dengan lubang-lubang.
Entah kenapa saat itu sakitnya tidak begitu sangat, menurut saya sih mungkin karena sarafnya sudah hancur bersama ujung tulang jari tengah tangan kiri saya..
Tetapi karena saya begitu panik melihat jari saya yang kondisinya waktu itu amat begitu parah, saya selalu berteriak kesakitan. Bukan sakit karena hancur, melainkan karena sedih melihat nasib saya yang masih sangat muda untuk kehilangan seruas jari.
Saya tidak langsung dilarikan ke rumah sakit, melainkan ke mobil. Gila kan, seruas jari sudah hancur disuruh lari wkwk..
Sebelum ke rumah sakit, saya diantar ke klinik terdekat terlebih dahulu karena ibu dan abang saya masih berharap untuk tidak diamputasi, ayah saya boro-boro. Tetapi kata kliniknya amputasi aja di rumah sakit. Jleb banget dengernya harus kehilangan seruas jari yang sangat berharga.
Sesampainya di rumah sakit swasta (kalau negeri akan ribet mengurus bpjs segala macam ga jelas), saya tidak langsung diamputasi, melainkan dirontgen untuk melihat kondisi tulang saya. Untuk menunggu persiapan rontgen, saya disuruh menunggu di ruang tunggu (engga ngerti lagi, pasien disuruh duduk nunggu). Alhasil setelah rontgen, hanya sedikit bagian ujung tulang jari tengah tangan kiri saya yang hancur. Inilah yang membuat ibu saya berkata, "Nanggung banget hancurnya aduh..". Di bagian ujung tulang jari terdapat saraf. Mungkin karena sarafnya sudah hancur makanya harus diamputasi.
Tidak ada pilihan lagi, amputasi segera dilakukan. Ibu saya membayar uang tunai sebesar Rp1.800.000,00.
Saya diamputasi dengan tenang sembari memikirkan masa depan saya kelak tanpa seruas jari tengah tangan kiri. Saya diamputasi secara sadar.
Pada saat amputasi, tidak ada rasa sakit yang terasa sedikit pun. Hanya suntikan bius saja yang sakit.
Walaupun rasa sakitnya tidak terasa, tapi saya masih merasakan rasanya jari saya digunting, dipotong, diambil tulangnya, ditusuk dengan jarum, dan lain sebagainya (saya sangat ngeri kalau membayangkan hal ini) tetapi saya tidak merasakan sakitnya sama sekali. Maklumlah, baru pertama kali dibius hehe.. Ibu saya tidak berani melihat proses amputasinya dan abang saya pun tidak kuat dan tidak tega melihatnya. Memang sangat seram amputasi ini. Setengah liter darah bersih saya terkuras. Di sini saya berpikir kalau saya akan anemia wkwkk..
Setelah selesai proses amputasi, dokter mempersilakan saya untuk memeriksa hasilnya.
Jari tengah tangan kiri saya terlihat sangat jelek dengan 13 jahitan (8 luar 5 dalam) yang menempel di ujungnya tanpa kuku. Saya merasa kuku saya telah tergantikan oleh benang-benang yang mengikat. Sangat berbeda rasanya dengan kuku yang asli. Dokter pun menutupi ujung jari tengah tangan kiri saya dengan perban agar tidak infeksi.
Dokter membuat surat izin saya sakit selama 3 hari dan menyuruh saya kontrol di hari ke-3, tetapi di hari ke-3 saya bersikeras untuk tetap masuk karena ada mata pelajaran guru killer saat itu. Dan saya pun sekolah dengan rasa nyeri yang bukan main.
Sepulang sekolah, saya di antar kembali ke rumah sakit. Kontrol pertama ini hanya mengganti perban saja, tetapi saya tetap kaget melihat penampakan jari saya yang amat jelek. Dokter menyuruh kontrol kembali pada hari Selasa depan.
Ada yang aneh dengan perban kali ini, saya merasa perbannya dipasang terlalu kencang oleh dokternya. Tetapi saya biarkan saja, saya kira akan longgar nantinya.
Keesokkan harinya, saya masih merasa perbannya terlalu kencang. Saya merasa aliran darah saya tersumbat. Saya pun memutuskan untuk kembali ke rumah sakit pada malam hari untuk protes.
Perban dibuka dengan mudah oleh dokter. Dokternya pun mengatakan bahwa perbannya tidak kekencangan. Katanya, perban harus sedikit kencang agar lukanya cepat sembuh. Dia pun mengira saya hanya tidak dapat menahan rasa nyeri akibat jahitannya. Akhirnya saya pun diberi resep obat yang lebih keras agar saya tidak merasakan nyeri. Dokter pun mengingatkan kembali untuk kontrol pada hari Selasa.
Hari Selasa pun tiba lagi. Saya kembali ke rumah sakit itu pada malam hari untuk kontrol kedua. Mengapa malam hari? Karena pagi-sore saya sekolah. Kebayangkan, bagaimana mirisnya saya bersekolah dengan rasa nyeri dari pagi sampai sore.
Kontrol kali ini sudah membuka jahitan. Awalnya saya kira dibius, ternyata tidak. Rasa sakitnya pun bukan main. Bagaimana sih rasanya benang bergesekan dengan daging bagian dalam? Nyeri-nyeri sakit gitu. Karena luka belum begitu kering, dokter hanya membuka 3 jahitan luar saja. Baru 3 jahitan luar aja udah sakit bener, bagaimana nanti 5 jahitan dalam (awalnya saya kira jahitan dalam juga harus dibuka, ternyata tidak). Dokter pun menyuruh saya untuk kembali kontrol pada hari Selasa depan. 3 jahitan pun dibuka pada waktu itu tersisa 2 jahitan luar dan dokter kembali menyuruh kontrol hari Sabtu.
Kontrol kali ini berbeda dengan kontrol sebelumnya. Sebelumnya dokter mengatakan sisa 2 jahitan luar, ternyata nambah, nambah 2 jahitan lagi! Jadi 4 jahitan dibuka pada waktu itu. Pencabutan jahitan kali ini sangat berbeda dari sebelumnya. Ini lebih sakit. Darah dan nanah bercampur aduk menjadi satu hingga membentuk sebuah korengan yang cukup tebal. Semua jahitan luar pun terlepas tetapi saya belum merasa lega karena jahitan dalam yang belum hancur masih membatasi daging saya. Dengan adanya koreng tersebut, daging saya tertutupi dan membuat kulit baru di ujung jari tengah tangan kiri saya.
Setelah koreng terlepas, kulit baru pun muncul. Dan kini rasa sakit yang saya tahan selama 1 bulan lebih telah mereda. Akhirnya saya pun bersyukur atas kesembuhan saya walaupun harus kehilangan sebagian jari tengah tangan kiri saya. :"D
Sejak awal masuk SMA saya sudah mulai belajar gitar dengan niat dan ambisius yang sangat besar. Tetapi mengapa di saat memasuki kelas 2 SMA Tuhan mengambil sebagian jari saya? Saya pun mengalami tekanan batin atas hal ini karena saya kecewa telah belajar dengan sungguh-sungguh tetapi hasilnya sia-sia. Ditambah lagi, setiap hari saya menggunakan 10 jari tangan saya untuk mengetik dengan laptop. Tetapi sekarang sudah tidak bisa lagi :"(
Pesan moral:
- Jangan paksa anak untuk bekerja keras
- Jangan menyuruh anak untuk mengikuti masa kecilmu, karena kalian hidup di berbeda zaman