Skip to main content

Faktor Sarjana Di Indonesia Bekerja Tidak Sesuai Dengan Jurusannya?


ZONAPENDIDIKAN - Fenomena lulusan sarjana yang bekerja di area yang tidak sesuai dengan jurusannya saya kira memang relatif banyak terjadi di sekitar kita.
Sebenarnya bencana mis-match semacam itu mengakibatkan opportunity lost yang tidak sedikit. Ilmu yang telah dipelajari selama 4 atau 5 tahun kuliah jadi tidak terpakai secara optimal.

Bayangkan contohnya : seorang sarjana teknik mesin (sebuah ilmu yang amat diharapkan negeri ini) mendadak malah hanya jualan kopi. Kenapa dulu ketika S1 beliau tidak milih kuliah saja di jurusan perkebunan kopi.

Atau bayangkan ada lulusan sarjana pertanian (ilmu yang amat penting bagi negeri ini juga) mendadak hanya kerja di potongan customer service bank? Tidakkah ilmu pertanian dengan segala perniknya yang dulu ia pelajari menjadi sia-sia.

Idealnya seseorang sanggup menekuni karir dan profesi yang sesuai dengan jurusan ketika kuliah.

Kebetulan kasus yang saya alami mungkin sanggup jadi contoh. Dulu saya kuliah S1 jurusan Manajemen dan S2 jurusan HR Management. Saat ini saya bekerja sebagai konsultan administrasi SDM dan juga jualan ebook + kursus administrasi secara online.

Artinya profesi saya ketika ini amat sesuai dengan jurusan kuliah yang dulu saya tekuni. Ilmu yang saya pelajari benar-benar terpakai dalam karir saya ketika ini.

Kenapa lebih dari 60% lulusan sarjana bekerja tidaks sesuai dengan jurusannya?

Ada dua faktor : faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal contohnya : ketersediaan lapangan kerja yang sesuai jurusannya masih terlalu sedikit; atau malah tidak ada sama sekali.

Atau mungkin juga jumlah lulusan dari fakultas tertentu terlalu banyak dan tidak sebanding dengan jumlah lowongan yang tersedia untuk jurusan itu (akhirnya lulusannya bekerja di bidang apa saja, asal tidak nganggur).

Faktor eksternal lain : banyak juga perusahaan yang membuka lowongan tanpa melihat latar jurusan (maksudnya semua jurusan sanggup melamar posisi yang disediakan meski tidak begitu sesuai dengan jurusan asal kuliah).

Saya tidak ingin terlalu banyak menghabiskan waktu untuk membahas faktor eksternal – alasannya ialah ini diluar kendali diri kita. Buang-buang waktu jikalau kita terlalu banyak mikir faktor eksternal.

Saya juga termasuk yang percaya : masa depan ditentukan oleh DIRI KITA SENDIRI; dan jangan pernah mengharapkan pihak lain atau faktor eksternal untuk mengubah nasib kita.

Mengharapkan faktor eksternal atau pihak lain untuk membantu mengubah nasib kita ialah bagaikan pungguk merindukan bulan. Terlalu usang menunggunya, ntar kita malah keburu pensiun atau bahkan mati duluan sebelum nasib kita sanggup berubah.

Karena itu saya akan lebih fokus pada faktor internal – alasannya ialah mengubah faktor ini lebih simpel lantaran berada dalam kendali diri kita sendiri.

Ada dua faktor internal yang menurt saya sangat krusial dan amat menentukan kenapa lebih banyak didominasi orang kerja di area yang tidak sesuai dengan jurusannya.

Faktor yang pertama saya kira terletak pada kesalahan ketika belum dewasa lulusan Sekolah Menengan Atas pertama kali menentukan jurusan kuliah yang ia tekuni.

Mungkin banyak anak lulusan Sekolah Menengan Atas yang milih jurusan kuliahnya tidak dengan pertimbangan jauh ke depan. Mungkin sekedar lantaran pilihan orang tua. Mungkin juga lantaran ikut tren.

Saya kira pihak penyelenggaran Sekolah Menengan Atas harus lebih aktif memperlihatkan bimbingan pada belum dewasa kelas 3 Sekolah Menengan Atas untuk menentukan pilihan jurusan kuliahnya.

Kini sudah kurun digital. Sejatinya lebih banyak didominasi anak kelas 3 Sekolah Menengan Atas itu sudah cukup paham dengan apa yang beliau inginkan – atau apa yang menjadi passion dirinya dan kelak akan menjadi pilihan karirnya ketika usia 25an tahun.

Saya kadang punya pandangan menyerupai ini : jikalau ada anak kelas 3 Sekolah Menengan Atas yang hobi fotografi, mungkin akan lebih saya sarankan tidak kuliah S1 – tapi cukup kursus 1 tahun full dalam bidang fotografi profesional (hasilnya lebih terasa daripada kuliah 4 tahun di jurusan yang nggak jelas).

Atau jikalau ada anak kelas 3 Sekolah Menengan Atas yang hobi dunia online – maka kursus internet marketing selama 1 tahun full rasanya akan jauh lebih powerful daripada kuliah 4 tahun di jurusan yang tidak begitu ia senangi. Dia kuliah hanya lantaran tuntutan orang tua.

Atau jikalau ada gadis kelas 3 Sekolah Menengan Atas yang suka dunia fashion, maka kuliah di D3 di jurusan tata busana atau kursus di sekolah mode selama 1 tahun; akan jauh lebih impactful daripada kuliah 4 tahun di jurusan Akuntansi, Komunikasi atau Hukum.

Lagi-lagi beliau kuliah di juruan yang salah mungkin lantaran “pakem yang salah kaprah” : bahwa sesudah Sekolah Menengan Atas semua harus kuliah S1 – entah apapun jurusannya yang acap tidak sesuai dengan passion anak itu. Atau mungkin sekedar ikut-ikutan pilihan temannya.

Dulu semenjak sekolah Sekolah Menengan Atas saya memang sudah suka dengan dunia administrasi bisnis (saat jaman SMA, saya rutin baca majalah bisnis SWA dan Warta Ekonomi).

Maka saya sadar semenjak awal : saya mau kuliah di jurusan Manajemen, dan kelak jikalau sanggup kerja jadi konsultan manajemen. Pikiran dan passion semenjak masa Sekolah Menengan Atas yang ternyata menjadi realitas.

(Bahkan blog saya inipun namanya Blog Strategi + Manajemen – dunia yang memang saya sukai semenjak jaman sekolah SMA).

Faktor internal kedua yang mungkin juga mengakibatkan kenapa lebih banyak didominasi orang kerja di area yang tidak sesuai juruannya : terlalu banyak orang yang simpel mengalah untuk memperjuangkan impiannya. Ini faktor yang berdasarkan saya paling krusial.

Saya percaya niscaya banyak sarjana pertanian yang dulu punya impian untuk menjadi petani berdasi : punya kebun yang memproduksi bermacam-macam produk pertanian yang sehat, organik, dan laku manis.

Saya juga percaya ada banyak lulusan fakultas Hukum yang punya impian sanggup membangun law firm yang kredibel dan ternama.

Saya juga percaya ada banyak anak jurusan teknik atau ilmu-ilmu sosial yang punya mimpi untuk sanggup bekerja di area yang sesuai jurusannya, atau bahkan punya perjuangan sendiri dalam bidang yang dulu ia pelajari selama bertahun-tahun kuliah.

But you know what?

Ribuan anak muda itu terlalu cepat mengalah dalam berjuang mewujudkan impiannya. Aspirasi dan impian belum dewasa muda itu simpel takluk ketika tuntutan ekonomi jangka pendek tiba menyergap.

Kebanyakan mereka hasilnya menentukan lowongan pekerjaan apa saja yang ada, meski tak sesuai jurusan, daripada harus jadi pengangguran terdidik.

Entah kenapa kebanyakan orang terlalu simpel mengalah untuk memperjuangkan impiannya. Mungkin lantaran mereka tidak begitu yakin dengan impiannya.

Atau mungkin mereka merasa tidak punya cukup kompetensi untuk wujudkan apa yang jadi cita-citanya.

Atau mungkin lantaran mereka tidak punya kegigihan dan daya juang yang membara untuk menciptakan impiannya jadi nyata.

Atau mungkin juga lantaran kebanyakan orang punya pendapat klise dan gampangan : halah, yang penting kerja sanggup gaji, nggak usah terlalu mikir sesuai jurusan kuliah atau tidak.

DEMIKIANLAH, dua faktor internal krusial yang sanggup menjelaskan kenapa kebanyakan sarjana di tanah air bekerja tidak sesuai dengan jurusannya.

Solusinya sudah diuraikan diatas.

Yang pertama : belum dewasa yang gres lulus Sekolah Menengan Atas dan mau milih jurusan kuliah, harus mendasarkan pilihannya pada apa yang menjadi passion atau MINAT dia; dan juga sudah meng-eksplorasi apa yang kelak akan menjadi pilihan karir dia.

Yang kedua : jangan terlalu cepat mengalah dalam berjuang wujudkan impian. Because life is too short to sacrifice your beautiful dream.

Make your dream alive. And make it happen.

SUMBER : ditulis oleh  Yodhia Antariksa, msc dalam http://strategimanajemen.net
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar